Kegiatan Saat WFH Agar Bisa Berhemat Sekaligus Belajar

Tidak terasa sudah lebih dari 1 bulan work from home di Jakarta. Awalnya menyenangkan ya kerja dari rumah, kumpul dengan pasangan dan anak, menikmati cara kerja baru via zoom yang lagi trend. Kapan lagi coba bisa meeting serius dengan baju rumah dan belom mandi?

Tapi lama-lama cape lho. Kerja di rumah dan dikit-dikit Zoom meeting itu ternyata melelahkan. Ditambah lagi bosen, pingin jalan-jalan, mulai suka marah-marah karena tugas anak menumpuk di sela-sela kerjaan yang juga banyak, plus mulai malas gerak badan. Sisi lain, mulai suka belanja online, lebih sering makan, ngemil apalagi.

Semua orang pasti sekarang punya kegiatan saat WFH agar ngga bosan. Tapi jangan lupa, kondisi pandemi Covid-19 ini juga perlu banget untuk menjaga kondisi keuangan.

Apalagi bagi teman-teman yang terkena pemotongan gaji, penurunan omset, atau malah kehilangan pekerjaan. Penting banget untuk tetap bahagia dan mencari peluang baru yang mungkin ada melalui pengetahuan-pengetahuan baru.

Sharing saja, ini beberapa kegiatan selama WFH yang saya dan beberapa teman lakukan agar ngga bosan, tetap fun dan yang paling penting, bisa belajar sekaligus berhemat. Tentunya selain nonton Netflix dan main online game.

Mohon maaf juga kalau sharing nya lebih banyak dari sudut pandang pria 🙂

8 Kegiatan Saat WFH Untuk Keluarga

#1 Office-like space di rumah

Nah ini untuk mengatasi masalah utama selama WFH: bosen dan malas-malasan. Menurut beberapa ahli dari luar negeri sana, penting banget untuk menciptakan office-like space di rumah. Biar tetap termotivasi kerja katanya.

Apa yang bisa dilakukan untuk menciptakan office-like space di rumah? Cari sudut-sudut di rumah, dan coba untuk membangun area kerja di situ. Saya sendiri membuat salah satu sudut di rumah menjadi area kerja berdua dengan istri.

Dengan memanfaatkan diskon dan fasilitas delivery di IKEA dan Informa, jadilah pojok kerja kami berdua. Ditambah lampu bekas studio foto mini dari usaha yg tutup 3 tahun lalu, perfect!

WFH menyenangkan

Jarang-jarang kan bisa kerja samping-sampingan dengan istri. Good or bad tuh? Time will tell, hehehe…

Dimana hematnya? Yes memang jadi ada biaya tambahan. Tapi percayalah, ini worth it banget dengan sebelumnya dimana pekerjaan dilakukan dari meja makan (yang jadinya malah makan mulu), sambil tiduran (yang jadinya males-malesan nonton Netflix sambil ngemil mulu) atau dari ruang tamu (yang jadi sasaran anak minta beliin macam-macam). Mungkin bisa malah jadi hemat kan, hehehe.

Apalagi barang-barang dari IKEA ini harus disusun rame-rame, bareng pasangan dan anak-anak. Dapet sisi serunya, walopun jadi stres juga kalau anak-anak jadi rusuh.

Secara pribadi, office-like space ini bisa menambah fokus dalam bekerja. Lebih serasa di kantor, kalo mau sambil menggunakan Zoom pun menjadi lebih enak karena posisi duduk yang pas.

Buat yang lagi stres karena masalah penghasilan, area yang terpisah mungkin bisa membuat fokus kita untuk belajar hal-hal baru tetap terpelihara. Area ini juga bisa jadi area belajar anak-anak, sebagai alternatif tempat dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah.

Office-like space ini juga secara ngga langsung membuat batasan dengan anak-anak terkait libur vs kerja di rumah. Mereka jadi tau jika saya dan istri sedang duduk di meja kerja maka mereka ngga boleh mengganggu. Beda banget kalo kerjanya sambil tiduran. Rusuh.

Menurut berita, penjualan barang-barang kantor untuk rumah ini ternyata meningkat lho selama periode WFH ini. Ternyata banyak yang perlu suasana kantor di bawa ke rumah agar fokus kerja. Coba deh.

Ngga perlu juga sih beli meja kursi baru kalo memang sudah tersedia di rumah. Tinggal dikreasikan aja. Ada temen juga yang meminjam kursi kantor untuk dipakai di office-like space nya. Daripada debuan di kantor kan? Hemat.

Siapa tau kan dengan lebih fokus dalam ngulik-ngulik laptop bisa juga membuka peluang baru yang sebelumnya ngga pernah kepikiran.

#2 Memasak dan mencoba resep baru

Menurut Soegianto, CEO Cookpad Indonesia, aktivitas saling berbagi resep menjadi semakin tinggi di masa pandemi dan WFH ini. Tiba-tiba banyak orang jadi ingin memasak sendiri.

Ini juga terjadi dengan istri saya, yang tiba-tiba mencoba explore beberapa resep baru. Ngga baru sih sebenarnya, tapi semua resep menjadi “baru” bagi orang yang jarang memasak.

Dari dulu sih dia memang pingin memasak sendiri, tapi waktunya ngga ada. Sibuk kerja dan habis waktu di jalan. Pulang rumah sudah kecapean. Dengan WFH dan ngga ada jalan-jalan weekend, waktunya jadi banyak untuk mencoba memasak.

Cita rasa makanan nomor ke 10 lah ya, yang penting masakannya beneran jadi dan layak dimakan. Lho iya dong, namanya juga nubie. Perlu waktu untuk jadi pro. Tapi kan bangga bisa masak makanan sendiri.

Lama-lama saya yang jadi pingin ikutan masak. Anak saya yang besar juga jadi mau ikutan. So, dapetlah resep khusus dari Soegianto, resep pancake yang menurut dia paling gampang untuk dikerjakan bersama anak-anak. Okeh, wish me luck.

Hemat nya dimana? Ya jelas lah ya, jadi mengurangi beli makanan di luar. Penting nih, apalagi kalo ternyata jadi suka masak dan memang berbakat. Bisa jadi sumber pendapatan baru. Makanan online makin berjaya lho di era “new normal“.

#3 Bercocok tanam di rumah

Urban farming adalah sesuatu yang selalu menarik perhatian saya dan istri. Sudah lama kami ingin mencoba yang namanya hidroponik, tapi ya gitu, bayangin waktu untuk mengurus pun sudah bingung.

Nah saat WFH, jadilah beberapa kali pesan sayur dari beberapa tempat yang menjual sayur hidroponik, sambil liat-liat IG mereka. Nyangkutlah dengan sekelompok psikolog yang malah doyan bertani dengan merk psyur.in. Dan jadilah ngobrol-ngobrol dan berujung pesan instalasi dari mereka untuk memulai di rumah.

Excited? Tentu. Akhirnya mimpi pingin punya kebun sayur akan segera terwujud #lebay. Belum dicoba sih seribet apa, karena instalasi nya sendiri baru akan datang minggu depan.

Penghematannya? Jelas dari pengeluaran untuk konsumsi sayur lah ya. Ngga tau juga sih akan hemat seberapa gede. Tapi kalau dari baca-baca, lumayan juga untuk konsumsi pribadi dan cukup menjadi ancaman bagi tukang sayur keliling.

Namun yang terpenting buat saya adalah belajar hal baru di rumah dan bisa menjadi alat untuk mengenalkan pertanian sejak dini pada anak-anak.

Ngga harus bertani sayur juga. Bisa apapun, disesuaikan dengan daerah, ketersediaan ruang dan kegemaran. Siapa tau ternyata oke dan bisa dikembangkan menjadi lebih besar lagi.

#4 Belajar online

Saya bukan penggemar belajar online. Sudah 2x beli paket di Udemy dan akhirnya hangus begitu saja. Selain memang ngga ada waktu, entah kenapa kok kayaknya aneh aja belajar via online gitu. Webinar saja saya ngga tau apa.

Pandemi dan WFH merubah segalanya. Semuanya serba online dan memaksa semua orang untuk beradaptasi dengen new normal ini. Dari sisi supply, tiba-tiba banyak sekali pelajaran dan sharing-sharing online yang berseliweran, malah banyak yang gratisan.

tips belajar online

Tiba-tiba ikutan webinar dan IG live adalah suatu hal baru yang menarik buat saya. Banyak hal yang sekarang bisa dipelajari dengan nyaman di rumah. Mentor-mentor nya luar biasa, semakin banyak orang yang mau berbagi via online, dan semakin banyak hal yang bisa dipelajari. Murah meriah dan berkualitas.

Jelas jadi hemat banget. Dulu untuk belajar ini yang dipertimbangkan adalah biaya dan lokasi. Sekarang? Isi google calender saya adalah meeting Zoom kantor dan jadwal Webinar. Ketauan pelit bayar training.

Di masa pandemi ini, terus belajar menjadi hal yang sangat penting untuk mengasah skill dan belajar hal-hal baru agar siap untuk kembali bangkit saat kondisi mulai berangsur normal.

#5 Tetap bergerak

Nah penyakit kebanyakan orang saat WFH adalah jadi kurang bergerak. Timbangan jadi naik terus, tapi masih pamer di sosmed, hehehe. Jangan dong, olahraga kan salah satu cara untuk menjada kebugaran dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Sebelum WFH saya berjalan sekitar 2.5km per hari. Kebanyakan perjalanan dihabiskan dari stasiun MRT ke gedung kantor bolak-balik. Sengaja naik tangga juga biar lebih sehat.

Minggu-minggu pertama WFH jujur aja saya malas banget bergerak. Untungnya kantor saya menyelenggarakan program donasi. Semua karyawan kantor berkomitmen untuk berlari dan berjalan (sedapat mungkin di sekitar rumah saja) sejauh 1.000 km dalam 2 minggu untuk mendapatkan donasi Rp 100 juta yang akan disumbangkan pada saudara-saudara kita yang kurang beruntung akibat Covid-19.

So, semangat itu muncul lagi. Mulai dengan berjalan sekeliling komplek, berlari di area yang ngga rame, jalan kaki ke Indomaret, atau kegiatan lain yang membuat badan bergerak. Daripada semua-semua dipesan online, sekali-sekalilah ada yang kita cari dengan berjalan kaki. Dengan bermasker tentunya. Jadi tips tetap sehat selama WFH nih.

Semua kegiatan ini terekam secara berkelompok dalam aplikasi Strava. Semua orang bisa memantau aktivitas sesama anggota grup dan saling menyalip untuk mencapai ranking yang lebih bagus. Literally persaingan sehat.

Selain jalan dan lari, belum pernah dalam sejarahnya saya bermain petak umpet dengan segitu niatnya. Ngumpet jauh-jauh, bergerak dengan cepat dan main berlama-lama. Belum lagi nemenin anak yang gede latian basket. Yang penting gerak. Tentunya sambil ngidupin Strava.

Kadang ikutan istri online crossfit atau olahraga lain dari Youtube. Seumur-umur ngga kebayang akan berolahraga dengan panduan dari layar HP. Tapi fun. Dan sehat.

Hematnya dimana? Hemat di biaya olahraga dan ongkos berobat. Plus jadi lebih bugar selama WFH ataupun kegiatan lain di rumah.

#6 Menumbuhkan jambang

Ini sih niat pribadi ya, ngga tau juga ada atau ngga yang seperti ini. Dan hanya berlaku untuk laki-laki ya.

Saya adalah orang yang harus bercukup setiap hari. Dulu pas awal kerja, masuk perbankan, ada kelas awal tentang penampilan di tempat kerja. Salah satunya adalah harus klimis. Jadilah kebiasaan setiap pagi pasti cukuran.

Dengan WFH, kesempatan bagus untuk berjambang. Penasaran juga seperti apa tampang saya dengan jambang. Belum pernah seumur-umur. Apakah akan seperti Tom Hanks di Cast Away?

Hematnya dimana? Di silet. Siletnya Gillete Mach 3 mahal cuy.

#7 Potong rambut sendiri

Cukur rambut saat pendemi ini jadi tantangan tersendiri. Ngga ada yg buka. Kalaupun ada yang buka, blom tentu berani ikutan ngantri. Kalo cewe mungkin lebih enak, rambut dipanjangin juga aman. Lah kalo cowo? Apalagi yang rambutnya kriwel cenderung botak kayak saya. Aneh banget kalo gondrong.

Jadi, coba potong rambut sendiri di rumah. Minggu lalu istri saya sudah praktek potong rambut ini ke anak saya yang besar. Untuk orang yang seumur hidup ngga pernah potong rambut dengan modal gunting dan sisir, hasilnya lumayan. Lumayan pitak dimana-mana.

Nah akhirnya beli hair clipper. Lumayan nih, gampang pakainya. Harganya juga macem-macem. Saya akhirnya memilih yang di harga Rp 300 – 400 ribuan, macam Kemei KM-2600. Kenapa pilih itu? Karena tulisannya bisa dipakai untuk dewasa dan anak-anak.

Harga di Tokopedia Rp 405 ribu. Bisa dipakai oleh saya dan tiga anak saya. Hemat? Pastinya. Nih ilustrasinya. Saya dan anak yang besar sudah bisa ke barbershop, yang kalo di daerah dekat rumah biaya termurahnya di Rp 75 ribu per orang. Berdua Rp 150 ribu, blom termasuk tip. Tarohlah jadi Rp 180 ribu.

Kedua anak yang kecil, mesti ke tempat cukur anak, biar bisa sambil main, Rp 140 ribu per kepala. Total dengan tip bisa Rp 320 ribu. Jadi kami sekeluarga menghabiskan Rp 500 ribu per cukur (sekitar 6-8 minggu sekali).

Jadi hair clipper is a good investment? Ya iyalah, break even nya cuma sebulan itu. Dan harusnya risiko pitak lebih rendah dibanding pake gunting.

Plus jadi belajar nyukur. Mungkin nanti bisa buka barbershop.

#8 Berbagi dengan sesama

Terakhir, pandemi Covid-19 ini juga ternyata banyak menumbuhkan rasa peduli kepada sesama. Saat berjalan pagi tak jarang saya ketemu dengan orang-orang yang sedang membagikan makanan atau sembako kepada para driver ojol, pemulung, tukang parkir, dll.

Jika di saat pendemi ini kita masih diberikan berkat kelebihan rejeki, tidak ada salahnya ada porsi yang kita bagikan kepada yang membutuhkan. Berbagi kepada satpam komplek, tukang sampah, tukang yang sering membantu urusan rumah, driver ojol yang kebetulan bawa pesanan makanan, dll.

Ngga ada penghematan dari sisi nominal uang disini, namun berbagi memberikan kebahagiaan bahwa kita bisa berkontribusi pada sesama yang membutuhkan. Percayalah bahwa nilai pemberian kita jauh lebih kecil daripada balasan doa yang kita dapatkan.

“Remember that the happiest people are not those getting more, but those giving more.”

H. Jackson Brown Jr.

Penutup

Demikian beberapa hal yang sedang saya lakukan atau akan saya lakukan selama pandemi Covid-19 ini agar bisa berhemat, belajar dan mencari peluang-peluang baru.

Semoga bermanfaat. Buat yang baca, please share juga jika ada hal-hal lain yang bermanfaat untuk semua keluarga Indonesia dalam menghadapi masa sulit ini.

Leave a Reply